BELAJAR BERMAKNA MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK DAN MODEL PEMBELAJARAN KOLABORATIF

.

Pada awalnya kurikulum 2013 menjadi momok bagi saya, sama seperti guru-guru lainnya yang merasa kurikulum 2013 itu sulit untuk dilaksanakan. Hal ini terjadi karena konsep kurikulum 2013 yang terlihat ribet mulai dari persiapan mengajar, proses, dan yang paling sulit adalah penilaiannya.

 

Tugas mata kuliah praktik mengajar mengharuskan saya untuk terjun langsung di sekolah pilot project kurikulum 2013 yaitu SD N Bantul Timur. Ini merupakan pengalaman pertama saya mengajar dengan kurikulum 2013. Ada banyak hal yang harus saya siapkan bersama teman satu kelompok yaitu RPP, media pembelajaran, LKS, dan lain-lain. Pada saat membuat RPP terjadi dilema dalam diri saya dalam merencanakan kegiatan pembelajaran yang akan dilalui siswa selama pembelajaran. Apa mungkin siswa dapat melaksanakan langkah-langkah kegiatan saintifik (mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan) dengan baik yang menuntut keaktifan dan kreatifitas yang lebih tinggi? Apa mungkin tujuan pembelajaran dapat tercapai jika siswa belajar mandiri dan hanya dengan sedikit pendampingan dari guru?

 

Hari pertama mengajar merupakan pengalaman yang tidak terlupakan bagi saya. Ternyata suasana kelas jauh berbeda dengan suasana kelas yang masih menggunakan kurikulum 2006. Siswa begitu aktif dan antusias dalam melaksanakan tahap demi tahap kegiatan pembelajaran. Dan yang membuat saya takjub adalah sebagian besar siswa dapat mengerjakan soal evaluasi dengan baik. Hal ini menggugurkan mind set saya, ternyata dengan diberi kebebasan untuk membangun konsepnya sendiri siswa akan lebih memahami materi yang harus dikuasai.

 

Ternyata pendekatan saintifik sangat cocok diterapkan pada pembelajaran di sekolah. Proses pembelajaran yang mengimplementasikan pendekatan saintifik mencakup tiga ranah kompetensi yang harus dikuasai siswa yaitu ranah sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor). Penerapan pendekatan saintifik pada praktik pembelajaran ini dikemas dalam model pembelajaran kolaboratif. Dengan model kolaboratif ini, siswa menjadi lebih antusias dalam pembelajaran. Bahkan dengan model ini siswa yang sebelumnya merasa kurang percaya diri menjadi lebih percaya diri karena ada bantuan dari teman-teman sekelompoknya dalam memahami materi pembelajaran. Selain itu, siswa yang kurang termotivasi dalam belajar pun menjadi lebih termotivasi.

 

Pengalaman mengajar di kelas rendah dan kelas tinggi pun saya lalui. Persiapan mengajar dan penilaian yang terkesan sulit tidak saya rasakan lagi. Semua itu terhapus dengan kepuasan dalam hati saya melihat siswa yang tidak lagi merasa tertekan saat belajar di sekolah. Di dalam kelas tidak ada lagi siswa yang melamun, meletakkan kepala di atas meja, dan hal-hal negatif lainnya yang sering saya temui sebelumnya. Namun, saya yakin masih banyak kekurangan yang ada dalam prakktik pembelajan saya. Oleh karena itu, mari bersama-sama kita belajar untuk menghasilkan generasi bangsa yang semakin baik. (Siti ‘Ainurrohmah, P2TK Dikdas)